Membangun Brand Dalam 5 Hari – Contoh Kasus Kampanye Capres Hillary Clinton
Saat Hillary Clinton mengumumkan keikutsertaan dirinya dalam pemilihan
presiden tahun 2016 mendatang, Internet bereaksi heboh atas logo yang
dipakainya. Logo yang dikabarkan dibuat oleh desainer grafis ternama Michael
Bierut ini menuai berbagai komentar seperti “mirip dengan lambang rumah sakit”,
atau “terlihat seperti telur Paskah”.
Setelah itu, Moving Brands - creative
agency terkenal yang menangani klien ternama seperti Sony, Google, HP, dan
Netflix – ditantang oleh Fast Company, sebuah website desain ternama di
Amerika, untuk membuat pendekatan yang lain dalam kampanye Hillary. Ketika
proses membangun sebuah brand biasa berlangsung selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun,
Fast Company hanya memberi waktu 5 hari kepada Moving Brands untuk re-branding
kampanye Clinton. Hasilnya cukup memuaskan, Moving Brands membuat membuat karya
yang mudah diingat dan tanpa sebuah logo.
Berikut langkah-langkah yang mereka
kerjakan:
Langkah 1: Kenali klienmu Untuk memulai project ini, Moving Brands mengumpulkan beberapa desainer, copywriter, ahli komunikasi dan brand, dan seorang project manager. Biasanya, desainer agency akan bertemu dengan klien agar dapat memahami projectnya dengan lebih baik. Jika perlu mereka akan mengadakan wawancara, dan bahkan menyelenggarakan workshop. Hal-hal ini akan memberikan banyak informasi mengenai klien.
“Perbedaan terbesar antara project ini dengan project-project biasanya adalah kami tidak mendapatkan input langsung atau feedback dari klien, sehingga kami harus meriset dan mempelajari sendiri mengenai apa yang dikatakan Hillary di depan publik dan banyak membaca berbagai macam artikel untuk memahami hal-hal mengenai Hillary,” jelas creative director Aki Shelton. “Kami menyukai proses kolaborasi dengan klien dan terkadang banyak pertanyaan mengenai klien terjawab melalui langkah ini – kami hanya membantu mereka untuk menemukan dan mendefinisikan mengenai diri mereka.
Langkah 2: Riset dan Membentuk Sebuah Sudut Pandang
Para desainer mengadakan beberapa polling internal dan wawancara (termasuk menggali informasi lewat situs pencari Google secara besar-besaran) untuk membentuk apa yang mereka sebut sebagai sebuah “sudut pandang”, atau intinya, apa yang akan menjadi brand Clinton dalam menarik perhatian dunia. Sudut pandang ini mencakup segala sesuatu dari pandangannya mengenai masalah-masalah hutang, aborsi, dan pendidikan.
Langkah ke 3: Definisikan cerita mengenai sebuah brand, “Make It Real”
Dengan persona Hillary Clinton, tim mulai membangun “cerita” untuk brand
ini. Dalam kasus ini, mereka meriset surat pribadi yang ditulis oleh Clinton
sendiri. Surat itu mengajak kita untuk bersatu mengatasi masalah-masalah yang
kita hadapi, juga mengajak kita memimpikan dunia yang kita inginkan, dan
mengajak semua warga negara untuk membuat dunia yang kita impikan tersebut
menjadi kenyataan. “Make It Real” atau “Buatlah Menjadi Nyata” menjadi
punchline “cerita” tersebut dan menjadi
benang merah dari brand tersebut secara keseluruhan.
Tapi apakah tagline “Make It Real” cukup untuk menjadi brand dan membuat
Hillary Clinton “terlihat”?
“Saya akan setuju (bahwa ini terlalu
klise), tapi kita sedang berbicara mengenai politik, dimana konsep realitas
menjadi agak berbeda,” kata copy director Michael Meyer. “Kita akan selalu
punya pandangan politik yang berbeda dengan rekan kerja kita, keluarga kita,
namun kita akan tetap bisa hidup, kerja, dan berbincang-bincang bersama. Media
terkadang menggambarkan masyarakat Amerika terdiri dari masyarakat yang
berkubu-kubu, namun dalam pengalaman kita, itu tidaklah penting. Hillary adalah
sosok di tengah itu semua, dan kami percaya bahwa brand mengenai diri beliau
harus dapat mencerminkan hal itu.”
Langkah 4: Jelaskan Dalam Sebuah Nama
Brand terkenal apapun – entah sebuah perusahaan ataupun sebuah produk –
membutuhkan sebuah nama yang tepat. Tapi dalam kasus ini, Moving Brands
memutuskan bahwa nama yang dipakai haruslah “Hillary”, dan bukan “Hillary
Clinton”.
“Semua orang di studio menyebutnya dengan nama Hillary, awalnya hal ini
terasa tidak disengaja hingga kami membicarakan seberapa besar hal ini
berpengaruh. Di Amerika, penggunaan nama depan terasa asing, jarang dilakukan,
dan hal ini menguntungkan,” jelas Meyer. “Sebagai tambahan, hal ini
memisahkannya dari kesan sebagai bagian dari administrasi Presiden Bill Clinton
yang dulu. “Hillary Clinton” adalah mantan Ibu Negara, sedangkan “Hillary”
adalah seorang Senator/Sekretaris Negara/Kandidat Presiden. Setelah kami
memakai tagline “Make It Real”, penggunaan nama depannya berubah dari hal yang
dianggap aneh menjadi hal yang lebih sesuai, lebih dapat diterima, dan lebih
nyata.
dikutip dari: http://www.fastcodesign.com/3045490/how-to-build-a-brand-in-5-days dengan perubahan
dikutip dari: http://www.fastcodesign.com/3045490/how-to-build-a-brand-in-5-days dengan perubahan
0 comments:
Post a Comment